15 Mei 2009


Pos 3 sudah di depan mata. Sebuah tempat datar yang penuh dengan ilalang dan bunga edelweiss bertebaran di sekeliling kami. Agustus memang waktu yang cocok untuk melihat bunga abadi ini bermekaran. Kami beristirahat dan mengisi perut yang mulai keroncongan. Irfan mengeluarkan trangia, mengisi dengan spirtus, lalu memasak mie rebus.

Sinar mentari yang menghangat serta angin sore membuat ilalang bergoyang – goyang membelai kami. Aaahh … pos ini enak sekali buat leyeh – leyeh. Setelah makan, kami mulai mengantuk dan malas untuk melanjutkan pendakian. Namun mengingat perjalanan masih jauh, mau tidak mau kami harus segera berkemas dan mendaki sebelum gelap.

Sesampainya di Puncak Pemancar, terlihat jalur dari Tekelan. Ternyata jalur Cuntel berseberangan dengan jalur Tekelan. Dan benar kata penjaga base camp kemarin, jalur Cuntel adalah jalur punggungan. Makanya saya jadi loyo karena bonus track-nya (medan datar) sedikit sekali. Tapi rasa lelah itu segera hilang tatkala saya menyaksikan maha karya Allah SWT. SubhanAllah!!! SubhanAllah!!! SubhanAllah!!! Saya hampir tidak percaya, saya melihat pelangi yang begitu indah dimana kalimat yang saya tuliskan saat ini pun tidak mampu melukiskan keindahan mahakarya Allah SWT tersebut.

Saya berdiri di atas tanah dengan ketinggian 3000 mdpl dan menyaksikan rangkaian warna mejikuhibiniu hanya berjarak sekitar 500 meter di sebelah kiri saya. SubhanAllah!!! Rupanya kabut tadi telah membawa molekul – molekul H2O sampai disini. Warna – warninya yang berkilauan adalah buah semburat sang surya yang merona jingga. Pelangi tersebut berbentuk lingkaran penuh dengan lubang ditengahnya. Bukan berbentuk setengah lingkaran seperti yang biasa kita lihat. Saya tidak tahu kenapa itu terjadi, apa mungkin karena di atas gunung tidak ada penghalang seperti gedung – gedung bertingkat atau kualitas udara disini lebih baik. Ingin tahu jawabannya lebih baik searching di google saja haha … 

 Kami mendirikan tenda di bawah jalur Helipad agar terlindung dari angin yang berhembus kencang. Sayangnya kami tidak sempat mencari air, karena hari sudah keburu gelap. Akhirnya kami memasak makan malam yaitu nasi, sup, nugget, krupuk serta air panas untuk kopi dan teh dengan air seadanya. Malam itu bulan purnama sehingga udara terasa dingin menggigit tulang. Namun kami ingin menikmati keindahan dan keakraban ini dengan mematikan lilin lalu bersenda gurau memainkan kartu truth or dare.

bersambung ........


Tidak ada komentar: