15 Mei 2009

catatan pendakian merbabu part.2


Besoknya, sekitar pukul 08.00 wib kami bersiap – siap meneruskan pendakian. Sebelumnya kami mendaftar dan mengambil peta yang tersedia di base camp. Di lembar  peta, sebelum sampai di pos 1 terdapat 2 pos bayangan, kemudian pos 3, pos 4, puncak Pemancar, Helipad, Jembatan Setan, dan puncak Merbabu. Gunung ini sudah tidak aktif dan mempunyai kawah belerang. Puncak Merbabu berada di ketinggian 3167 mdpl dan bukan merupakan puncak tunggal. Puncak yang terkenal adalah Puncak Syarif, Puncak Pemancar dan yang tertinggi dinamakan Kenteng Songo. Diatas Kenteng Songo terdapat peninggalan berupa lesung – lesung berbentuk bulat yang terbuat dari batu. Bisa kamu bayangkan siapa orang iseng yang membawa dan meletakkan lesung – lesung tersebut di puncak tertinggi Gunung Merbabu ?

Awal pendakian terasa begitu menyiksa untuk saya. Panas menyengat, berat beban di punggung dan jalan yang mendaki membuat saya yang selama enam bulan terakhir tidak pernah mendaki gunung dan malas berolah raga menjadi ngos – ngosan. Saya menyemangati diri, bahwa ini barulah pemanasan jadi wajar jika tubuh saya terasa sangat kelelahan.

Di tengah perjalanan menuju pos bayangan 2, selintas saya mendengar suara seperti gemericik air. Namun seingat saya, jalur ini tidak ada mata air sampai di kawah belerang. Jika ada pun pastilah sudah mengering di tengah kemarau panjang seperti ini. “Jangan – jangan kebakaran hutan nih!! ” saya bergumam dalam hati. Lalu saya memberi tahu Irfan dan kami berusaha mencari sumber suara tersebut.

Astaghfirullah !!! Benar saja, di kejauhan kami melihat asap membumbung tinggi melingkupi sebuah pohon cemara. Irfan segera berlari memberi tahu teman – teman yang sudah mendaki agak jauh ke atas. Saat itu mereka sudah sampai di pos 1 dan dari sana hawa panas kebakaran mulai terasa mendekat.

Tergesa – gesa kami turun ke bawah menuju pos bayangan 2. Sesampainya, sambil terengah – engah saya dan Desi berusaha mencari sinyal handphone untuk menghubungi base camp. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya saya berhasil memberi tahu peristiwa kebakaran tersebut dan penduduk desa akan segera datang kemari. Alhamdulillah kami diingatkan akan adanya kebakaran tersebut. Jika tidak, kami tidak tahu apa yang akan terjadi jika kami meneruskan pendakian tadi.

Kami memutuskan untuk beristirahat sembari menunggu penduduk desa datang. Lama sekali kami menunggu, sayup – sayup mulai terdengar lagi suara gemeretak kayu – kayu yang terpanggang api. Saya menyarankan teman – teman agar segera turun ke base camp untuk menyelamatkan diri. Namun beberapa menolak dan ingin agar pendakian ini dilanjutkan. Terjadi adu argumen diantara kami hingga terdengar suara adzhan dzuhur berkumandang lirih.

bersambung .......

Tidak ada komentar: