
Teruntuk teman-teman petualang alam bebas,
Ini obat rindu keakraban kita tempo dulu
Angin malam berhembus membawa keheningan pegunungan
Menyejukkan paru – paru yang terpolusi asap kendaraan
Sinar purnama pun turut menerangi langkah kaki
Seiring canda tawa dan hati yang merindu Merbabu lestari
Awal Agustus 2006, malam itu langit terang tanpa awan. Sinar purnama membuat kebun sayur yang terhampar di sepanjang jalan menuju Merbabu tampak jelas terlihat. Sekitar pukul 20.00 wib, kami telah sampai di desa terakhir.
Kami berenam (Saya, Desi LIAR, Dika, Khusnul, Irfan dan Adi Poto) singgah di base camp untuk melapor rencana pendakian kami. Sembari mengamati sekeliling, kami merasa ada yang aneh dengan base camp tersebut. Rasa – rasanya base camp ini bukan base camp Tekelan yang kami tuju. Oalah… ternyata kami salah jalan, base camp ini adalah base camp Cuntel. Untuk menuju base camp Tekelan kami belok kiri setelah melewati bumi perkemahan Kopeng. Namun ternyata kami tadi berjalan lurus mengikuti jalan yang ada. Akhirnya kami memutuskan untuk menginap dan meneruskan perjalanan esok pagi, karena tidak ada satu pun dari kami yang pernah melewati jalur ini.
Sebelum tidur, saya dan Desi memasak makan malam sedangkan para lelaki bercengkrama dengan penjaga base camp. Sambil menghisap rokok kretek dengan tembakau hasil dari perkebunan desa itu, beliau bercerita bahwa jalur Cuntel jarang dilewati pendaki karena medannya berupa punggungan dan sedikit terdapat sumber air.Kemudian beliau menawari Khusnul dan Dika rokok tersebut. Namun, setelah satu hisapan ternyata para lelaki yang doyan merokok ini menyatakan menyerah. Mereka terbatuk – batuk, sembari berkata, tembakau itu nyenggrak di tenggorokan dan rasanya tidak enak. Hihihi ...